MATERI UJIAN AKHIR SEMESTER 2 MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA // SEMESTER 2 FINAL EXAM MATERIALS PANCASILA EDUCATION COURSES

BAHASA INDONESIA:

Ø  Bukti dan Nilai Pancasila yang dibudidayakan oleh nenek moyang di masa prasejarah pada kepercayaan MONOTEISME dan MONOISME

Monoisme atau monoteisme adalah tingkat akhir dalam evolusi kepercayaan manusia. Monoisme merupakan sebuah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada tingkat ini, manusia mulai berpikir atas apa yang selama ini dialaminya. Mulai dari pertanyaan siapa yang menghidupkan dan mematikan manusia, siapa yang menghidupkan tumbuhan, siapa yang menciptakan binatang, juga bulan dan matahari. Berdasarkan pertanyaan itu, manusia membuat kesimpulan bahwa ada kekuatan yang mahabesar dan tidak tertandingi oleh kekuatan manusia.

Bukti Monoteisme sampai sekarang dalam berbagai kepercayaan (agama);

1. Monoteisme dalam Islam

 “...dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah 2:115).”

penafsiran Al Qur'an tentang Allah adalah Tuhan yang kehadiran rohaninya dialami di dalam seluruh jagad raya. Islam menjelaskan monoteisme dalam cara yang sederhana. Terjemahan monoteisme dalam bahasa Arab adalah (Tauhid).

2. Monoteisme dalam agama Bahá'í (Kristen)

Seperti juga halnya Islam, Bahá'í menganggap ajaran Tritunggal dalam agama Kristen sebagai penyimpangan terhadap ajaran asli Yesus yang ada dalam Bahá'í.

3. Hinduisme

Semua pengikut agama Hindu percaya pada satu Tuhan namun berbeda dalam konsepnya. Dua bentuk utama dari perbedaan ini adalah antara dua kepercayaan  monoteistik dari Wisnuisme yang menganggap Tuhan adalah  Wisnu dan Syiwaisme, yang memahami Tuhan sebagai Syiwa.

·         Terdapat berbagai bentuk kepercayaan monoteis, termasuk:

· Teisme, istilah yang mengacu kepada keyakinan akan tuhan yang 'pribadi', artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekedar suatu kekuatan ilahi saja.

· Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa tuhan itu ada. Namun, seorang deis menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia.

· Teismemonistik adalah suatu bentuk monoteisme yang ada dalam Hindu.

· Panteisme berpendapat bahwa alam sendiri itulah Tuhan.

Monisme adalah paham yang menyatakan unsur pokok dari segala sesuatu adalah bersifat tunggal atau Esa. Dalam kebudayaan kita masyarakat Indonesia erat kaitannya dengan kepercayaan religi yaitu seluruh alam ini diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Dan dibuktikan Pada masyarakat mayoritas Indonesia yang beragama Islam maka Allah yang dinyatakan Esa. Dan ada pula beberapa suku adat di Indonesia yang menganggap arwah leluhur yang mengatur hidup manusia.

IN ENGLISH:

Ø  Evidence and Values ​​of Pancasila cultivated by ancestors in prehistoric times on the beliefs of MONOTHEISM and MONISM

Monism or monotheism is the final stage in the evolution of human beliefs. Monism is a belief in the One True God. At this stage, man begins to think about what he has been going through. Starting from the question of who turns humans on and off, who turns on plants, who created animals, as well as the moon and the sun. Based on that question, man concludes that there is a power that is great and unmatched by human power. 

Evidence of Monotheism to date in various beliefs (religions);

1.      Monotheism in Islam

 “... and to Allah belong the East and the West, so wherever you face there is the face of Allah. Surely Allah is All -Embracing, All -Knowing. (Al Baqarah 2: 115).”

the Qur’an’s interpretation of God being a God whose spiritual presence is experienced throughout the universe. Islam explains monotheism in a simple way. The translation of monotheism in Arabic is (Tauhid).

2.      Monotheism in the Bahá’í religion (Christianity)

As with Islam, the Bahá’ís regard the doctrine of the Trinity in Christianity as a deviation from the original teachings of Jesus in the Bahá’ís.

3.      Hinduism

All Hindus believe in one God but differ in concept. The two main forms of this difference are between the two monotheistic beliefs of Vishnuism which consider God to be Vishnu and Shivaism, which understands God as Shiva.

There are various forms of beliefs monotheistic, including:

·         Theism, a term referring to the belief in a 'personal' god, means a god with a distinctive personality, and not just a divine power.

·         Deism is a form of monotheism that believes that god exists. However, a deis rejects the idea that this god interferes in the world.

·         Theismemonism is a form of monotheism that exists in Hinduism.

·         Pantheism argues that nature itself is God.

Monism is the understanding that states that the basic element of all things is singular or one. In our culture, Indonesian society is closely related to the religious belief that the whole universe was created by God Almighty.

And it is proven that in the majority of Indonesians who are Muslims, God is the One. And there are also some indigenous tribes in Indonesia who consider ancestral spirits that govern human life.

BAHASA INDONESIA:

Ø  Bukti dan Nilai Pancasila yang dibudidayakan oleh nenek moyang di masa prasejarah pada kepercayaan DINAMISME dan POLYTHEISME

 · Dinamisme (dalam kaitan agama dan kepercayaan) adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu, seperti pohon-pohon besar.

· Polytheisme adalah cara berfikir manusia zaman dahulu yang beribadah menyembah hal lain selain tuhan, mereka menganggap bahwa benda keramat dan sakral dapat menjadi tuhan untuk mereka dan sekaligus tempat berlindung.

· Politeisme adalah bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan atau menyembah dewa (banyak dewa). Secara harfiah berasal dari bahasa Yunani poly + theoi, yang berarti banyak tuhan

· Kepercayaan Nenek moyang dan bangsa Indonesia terlihat pada zaman megalitikum (batu besar). Di sinilah terlihat kepercayaan bangsa Indonesia terhadap benda dan roh nenek moyang (dinamisme dan polytheisme)

Nilai yang berkembang pada saat itu adalah nilai ketuhanan (tetapi bagi mereka dulu Tuhan itu adalah roh) / kepercayaan, nilai ini terbukti dari adanya penguburan kerangka mayat manusia purba pada zaman megalitikum, dari hal tersebut diketahui bahwa pada zaman tersebut telah ada penguburan mayat.

Hal lain yang menunjukkan bahwa manusia zaman tersebut telah mempercayai hal – hal yang berbau religius ditunjukkan dengan adanya alat – alat yang dibuat dengan tujuan untuk melakukan kegiatan religi. Di zaman prasejarah pun telah terdapat kepercayaan animisme dan dinamisme yang merupakan wujud dari tindakan keagamaan yang berdasarkan keyakinan pada agama. Alat – alat yang digunakan dalam melakukan kegiatan religi antara lain;

1. Menhir, memiliki bentuk seperti tiang atau tugu yang digunakan sebagai tempat memuja arwah nenek moyang, umumnya menhir di tempatkan di tempat yang tinggi yang dipercaya sebagai tempat roh nenek moyang.

2. Dolmen, merupakan sebuah meja batu yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesaji. Diketahui bahwa terkadang pada bagian bawah dolmen di jadikan sebagai tempat untuk menyimpan mayat, maka dari itu kaki meja batu tersebut di perbanyak sehingga menutupi mayat. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa manusia pada zaman prasejarah telah mempercayai adanya hubungan yang selaras dan harmonis antara makhluk yang telah mati dengan makhluk yang masih hidup.

3. Sarchopagus, merupakan sebuah peti yang terbuat dari batu di mana di gunakan sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Sarchopagus memiliki bentuk seperti lesung atau palung dengan tutup pada bagian atasnya.

4. Punden Berundak, merupakan bangunan yang berbentuk seperti tirai yang bertingkat dan mengarah ke satu titik mengerucut. Umumnya bangunan ini terletak di tempat yang tinggi, hal tersebut dikarenakan bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan di mana keyakinan manusia zaman tersebut adalah semakin tinggi tempat tersebut maka semakin dekat pula dengan para leluhur.

5. Arca, merupakan patung dari batu besar yang dibuat berbentuk seperti manusia dan hewan yang merupakan perlambangan nenek moyang, arca memiliki fungsi sebagai pemujaan.

Selain itu, juga terjadi di zaman logam. Beberapa alat diantaranya yaitu;

1. Nekara

Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu. Nekara digunakan waktu upacara, untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai untuk genderang perang, dan digunakan untuk alat memanggil hujan.

2. Kapak Perunggu

Terdapat salah satu jenis kapak perunggu yaitu, candra saja yang digunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.

IN ENGLISH:

Ø  Evidence and Values ​​of Pancasila cultivated by ancestors in prehistoric times on the beliefs of DYNAMISM and POLYTHEISM

·         Dynamism (in relation to religion and belief) is the veneration of the spirits of ancestors who have died settling in certain places, such as large trees.

·         Polytheism is the way of thinking of ancient people who worshiped other than gods, they considered that sacred and sacred objects could be gods for them and at the same time a place of refuge.

·         Polytheism is a form of belief that acknowledges the existence of more than one God or worships gods (many gods). Literally comes from the Greek poly + theoi, which means many gods

·          The beliefs of the ancestors and the Indonesian nation can be seen in the megalithic era (large stone). This is where the Indonesian people's belief in ancestral objects and spirits (dynamism and polytheism) can be seen.

The value that developed at that time was the value of divinity (but for them God used to be a spirit) / belief, This value is evidenced by the burial of ancient human skeletons in the megalithic period, from which it is known that at that time there was a burial of corpses.

Another thing that shows that people of that time have believed in things that smell of religion is shown by the existence of tools - tools made with the purpose of performing religious activities. Even in prehistoric times, there have been beliefs of animism and dynamism which are inherent from religious actions based on belief in religion. Tools - tools used in performing religious activities, among others;

  •       Menhir, having a shape like a pillar or monument that is used as a place to worship the spirits of ancestors, generally menhir is placed in a high place that is believed to be the place of ancestral spirits.
  •       Dolmen, is a stone table used as a place to place offerings. It is known that sometimes the bottom of the dolmen is used as a place to store the corpse, so the legs of the stone table are multiplied so that it covers the corpse. The existence of this indicates that humans in prehistoric times have believed in the existence of a harmonious and harmonious relationship between dead beings and living beings.
  •       Sarchopagus, is a coffin made of stone which is used as a place to store corpses. Sarchopagus has a mortar or trough -like shape with a lid on top.
  •       Punden Berundak,-storey is a building that is shaped like a multi curtain and leads to a conical point. Generally this building is located in a place high, this is because this building is used as a place of worship where the belief of the people of that time is the higher the place is then the closer it is to the ancestors.
  •       Sculpture, is a statue of large stones made in the shape of humans and animals which is a symbol of ancestors, the statue has a function as worship.

In addition, it also occurs in theage metal. Some of the tools are;

  •        Nekara, Nekara is a bronze drum shaped like a waist boiler in the middle with a sound membrane in the form of metal or bronze. Nekara is used during ceremonies, to summon ancestral spirits, is used for war drums, and is used for instruments to summon rain.
  •     Bronze Ax, There is one type of bronze ax, namely, candra only which is used as a sign of greatness and a ceremonial tool.

BAHASA INDONESIA:

Ø  Bukti dan Nilai Pancasila yang dibudidayakan oleh nenek moyang di masa prasejarah pada Era Wangsa

Bukti-bukti nilai Pancasila pada Era Wangsa:

1.      SANJAYA

Menurut catatan sejarah, Mataram Kuno diperkirakan ada pada abad ke 8 di daerah Jawa Tengah. Kerajaan ini memiliki sejarah yang cukup panjang karena sempat dipimpin oleh dua dinasti.  Maksudnya di sini, terdapat dua Wangsa atau keluarga turun temurun yang memimpin secara bersamaan pada waktu itu.  Dinasti yang memimpin pada saat itu dikenal dengan Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Meskipun keduanya berbeda, tetapi kedua dinasti tersebut memimpin berdampingan dan damai.

Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Raja Sanjaya. Raja Sanjaya banyak membangun berbagai tempat suci, seperti bangunan pemujaan lingga di atas Gunung Wukir dan lain sebagainya. Bangunan ini dikenal sebagai lambang telah ditaklukannya raja raja kecil di sekitar Kerajaan Mataram Kuno.

Nilai Pancasila yang terdapat pada kerajaan Mataram Kuno:

a. Nilai Ketuhanan: Memeluk agama Hindu – Budha

b. Nilai Kemanusiaan: Menghargai agama lain

c.  Nilai Persatuan: Ingin mempersatukan mataram dengan sekitarnya.

IN ENGLISH:

Ø  Evidence and Values ​​of Pancasila cultivated by ancestors in prehistoric times in the Dynasty Era

Evidence of the value of Pancasila in the Dynasty Era:

1. SANJAYA

According to historical records, Ancient Mataram is estimated to have existed in the 8th century in Central Java. This kingdom has a long history because it was ruled by two dynasties. The point here is, there were two Dynasties or hereditary families that ruled simultaneously at that time. The ruling dynasty at that time was known as the Sanjaya Dynasty which was Hindu and the Sailendra Dynasty which was Buddhist. Although the two are different, but the two dynasties led side by side and peacefully. 

 Raja Sanjaya became the most famous Leader in the Ancient Mataram Kingdom. Because, King Sanjaya has a wise, fair, knowledgeable nature, and has extensive knowledge. No wonder if the people can live in prosperity, security and peace. Therefore, the Ancient Mataram Kingdom experienced its heyday when it was ruled by King Sanjaya. King Sanjaya built many sacred places, such as the building of the worship of the phallus on Mount Wukir and others. This building is known as a symbol of the conquest of small kings around the Ancient Mataram Kingdom. 

The value of Pancasila found in the ancient kingdom of Mataram:

a.      Divine Values: Embracing Hinduism - Buddhism

b.      Human Values: Respecting other religions

c.      Values ​​of Association: Want to unite mataram with its surroundings.

BAHASA INDONESIA: 

2.      SYAILENDRA

         Pada abad ke VII berdirilah kerajaan Sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa Syailendra di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan huruf  pallawa adalah kerajaan maritim yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Kekuasaan Sriwijaya menguasai selat Sunda (686), kemudian Selat Malaka (775). Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, di mana pemerintah melalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil kerajinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya. Dalam sistem pemerintahan sudah terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rohaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga saat itu kerajaan dapat menjalankan sistem negaranya dengan nilai-nilai Ketuhanan (Kaelan,1999:27)

        Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkrit. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut adalah Prasasti-prasasti di Talaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo dan Kota Kapur (Darji Darmodiharjo.1974:22-23).

Pada hakekatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa syailendra telah menunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu:

1) Nilai Sila Pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.

2) Nilai Sila Kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.

3) Nilai Sila Ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.

4) Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, semenanjung Melayu.

5) Nilai Sila Kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.

IN ENGLISH:

2. SYAILENDRA

    In the seventh century, the kingdom of Sriwijaya was established under the rule of the Syailendra dynasty in Sumatra. Government of Ancient Malay language and letter  alphabet is a maritime empire that relies on sea transport routes. Sriwijaya ruled the Sunda Strait (686), then the Malacca Strait (775). The trading system was well organized, where the government through the royal officials formed a body that could collect the handicrafts of the people so that the people experienced ease in its marketing. In the system of government there are already tax officers, royal property, clerics who are technical supervisors of the construction of buildings and sacred statues so that at that time the kingdom can run its national system with divine values (Kaelan, 1999: 27)

    Which are contained in the Pancasila, namely: Divinity, Humanity, Unity, Governance on the basis of deliberation and social justice have been found as the principles that animate the Indonesian nation, which is lived and implemented at that time, just has not been formulated in concrete. Written documents that prove the existence of these elements are the inscriptions in Talaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo and Kota Kapur (Darji Darmodiharjo.1974: 22-23).

In essence, the cultural values ​​of the nation during the triumph of Sriwijaya under the rule of the Syailendra dynasty have shown the values ​​of Pancasila, namely:

1)      The value of the First Sila, manifested by the presence of Buddhists and Hindus living side by side peacefully. In the Sriwijaya kingdom there was a center for the construction and expansion of Buddhism.

2)      The value of the Second Sila, the establishment of relations between Sriwijaya and India (Harsha Dynasty). Sending young men to study in India. Has grown independent and active foreign political values.

3)      The value of the Thirdh Sila, as a maritime nation, Sriwijaya has applied the concept of an archipelago state in accordance with the concept of Wawasan Nusantara.

4)    The value of the Fourth Sila, China has sovereignty's very broad, covering (now Indonesia), Siam, the Malay peninsula.

5)      The value of the Fifth Sila, Sriwijaya became a center of service and trade, so that the lives of its people were very prosperous.

 BAHASA INDONESIA:

3.      ISYANA

Wangsa Isyana adalah sebuah dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad ke-10 sampai awal abad ke-11. Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa, yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929–947). Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa.

Nilai-nilai Pancasila dari wangsa isyana, yaitu:

  •          Nilai Religi

1.Adanya agama Hindu yang dianut oleh semua penduduk kerajaan.

2.Banyak terdapat bangunan candi yang digunakan sebagai tempat beribadat, pemujaan, dan pemakaman sesuai dengan keyakinan mereka. Misalnya: Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Sewu, dll.

3.Bahkan dalam Prasasti Bangil dijelaskan bahwa Mpu Sindok memerintahkan pembangunan candi untuk tempat pemakaman mertuanya yang bernama Rakyan Bawang.

  •          Nilai Kemanusiaan

      Terdapat usaha-usaha yang dilakukan oleh para raja untuk mendorong Kerajaan Medang mencapai puncak kejayaan. Hal itu dibuktikan dengan terdapat penyerangan oleh Raja Dharmawangsa yang berusaha untuk menyerang dan melemahkan ekonomi Kerajaan Sriwijaya.

  •          Nilai Persatuan

1. Adanya sikap rukun dan toleransi antar umat beragama yang berbeda kasta.

2.Terdapat persaingan yang hebat dan ketat yang mengarah pada kebaikan dimana para pemimpin kerajaan berusaha untuk berlomba-lomba mendirikan candi sebagai tempat beribadat yang mereka perlukan.

  •          Nilai Musyawarah/Demokrasi

1. Kerajaan Medang menganut sistem monarki atau kerajaan.

2. Raja merupakan penguasa tertinggi.

3. Jabatan setelah raja secara berturut-turut adalah Rakryan Mahamantri i Hino, Mahamantri i Halu, Mahamantri i Sirikan, dan Rakryan Kanuruhan.

  •          Nilai Keadilan

      Terdapat prasasti yang bernama Prasasti Mpu Sindok dimana dijelaskan bahwa Mpu Sindok telah melakukan segala upaya dan usaha untuk memerintah Kerajaan Medang dan mensejahterakan rakyat nya.

IN ENGLISH:

 3. ISYANA

Wangsa Isyana is a dynasty that ruled in the Kingdom of Medang period of East Java in the 10th century to the beginning of the 11th century. The term Isyana comes from the name Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa, the title of Mpu Sindok after becoming the king of Medang (929-947). This dynasty embraced the religion of Hindu thesect Shiva.

Pancasila values ​​of the isyana dynasty,Religious namely:

·         Religion Values

  • 1.      There is a Hindu religion that is embraced by all residents of the government.
  • 2.      There are many temple buildings that are used as places of worship, adoration, and burial according to their beliefs. For example: Prambanan Temple, Kalasan Temple, Sewu Temple, etc.
  • 3.      Even in the Bangil Inscription it is explained that Mpu Sindok ordered the construction of a temple for the burial place of his father -in -law named Rakyan Bawang.

·         Human values  

There were efforts made by the kings to push the Medang Kingdom to the pinnacle of success. This is evidenced by the attack by King Dharmawangsa who tried to attack and weaken the economy of the Kingdom of Sriwijaya.

·         Association value

1.      There is an attitude of harmony and tolerance between people of different religions and castes.

2.      There is great and fierce competition leading to good where government leaders strive to vie to erect the temple as the place of worship they need. 

·         Values ​​of Deliberation/Democracy

1.      The Medang government adheres to the monarchy or government system.

2.      The king is the supreme ruler.

3.      The positions after the king in succession were Rakryan Mahamantri i Hino, Mahamantri i Halu, Mahamantri i Sirikan, and Rakryan Kanuruhan.

·         Value of Justice

   There is an inscription called Mpu Sindok Inscription which explains that Mpu Sindok has made all efforts and efforts to rule the Kingdom of Medang and prosper its people.

BAHASA INDONESIA:

4.         RAJASA

Wangsa Rajasa adalah keluarga yang berkuasa di kerajaan Singhasari dan Majapahit pada kurun abad ke-13 sampai ke-15. Para penguasa Singhasari dan Majapahit dapat menurut leluhur mereka kepada seorang tokoh misterius Ken Arok atau bergelar Sri Ranggah Rajasa, dialah yang mendirikan wangsa Rajasa pada awal abad ke-13.

Nilai Pancasila yang terdapat pada kerajaan Singasari:

·         Nilai Ketuhanan: Memeluk agama Buddha.

·         Nilai Kemanusiaan: Terbuka dengan kebudayaan asing yang masuk.

·         Nilai Persatuan: Ingin mempersatukan nusantara.

·         Nilai Kerakyatan: Rakyat hidup makmur.

·         Nilai Keadilan: Tidak membeda – bedakan kedudukan

Nilai Pancasila yang terkandung pada masa Kerajaan Majapahit;

a. Sila pertama: Terbukti, agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Istilah Pancasila terdapat dalam buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan Mpu Tantular mengarang buku Sutasoma yang terdapat Sloka persatuan nasional yang berbunyi”Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” yang artinya, walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda.

b.  Sila kedua: Terwujud pada hubungan baik Raja Hayam Wuruk dengan Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Disamping itu juga menjalin persahabatan dengan Negara-negara tetangga.

c. Sila ketiga: Terwujud dengan keutuhan kerajaan. Khususnya dalam Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331.

d. Sila keempat: Terdapat semacam penasehat dalam tata pemerintahan Majapahit yang menunjukan nilai-nilai musyawarah mufakat. Menurut Prasasti Kerajaan Brambang (1329), dalam tata Pemerintahan Kerajaan Majapahit terdapat semacam penasihat kerajaan. Seperti, Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yang berarti memberikan nasihat kepada Raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama.

e. Sila kelima: Terwujud dengan berdirinya kerajaan selama beberapa abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

IN ENGLISH:

4. RAJASA

dynasty was a powerful family in thekingdoms Singhasari and Majapahit in the 13th to 15th centuries. The rulers of Singhasari and Majapahit cantheir ancestry to a mysterious figure Ken Arok traceor titled Sri Ranggah Rajasa, he was the founder of the Rajasa dynasty in the early 13th century.

Pancasila values ​​found in the Singasari kingdom:

·         Divine Values: Embracing Buddhism.

·         Human Values: Open to incoming foreign cultures.

·         Values ​​of Unity: Want to unite the archipelago.

·         Citizenship Values: People live prosperously.

·         Values ​​of Justice: Do not differentiate - differentiate the position of the

Values ​​of Pancasila contained in the Majapahit Kingdom

a. First Sila: Proven, Hinduism and Buddhism live side by side peacefully. The term Pancasila is found in the book Negarakertagama written by Mpu Prapanca and Mpu Tantular wrote the book Sutasoma which contains the Sloka of national unity which reads "Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua" which means, although different but still one and no religion has a different purpose .

b. Second Sila: Realized on King Hayam Wuruk's good relations with the Kingdoms of China, Ayoda, Champa, and Cambodia. In addition, it also forges friendship with neighboring countries.

c. Third Sila: Manifested with the integrity of the government. Especially in the Palapa Oath spoken by Mahapatih Gajah Mada in the meeting of the Queen and the Ministers in 1331.

d. Fourth Sila: There is a kind of advisor in the Majapahit governance who shows the values ​​of consensus deliberation. According to the Brambang Royal Inscription (1329), in the governance of the Majapahit Kingdom there is a kind of government advisor. Like, Rakryan I Hino, I Sirikan and I Halu which means to give advice to the King. Harmony and gotong royong in the life of the community have cultivated the custom of deliberation for consensus in resolving common problems.

e. Fifth Sila: Realized with the establishment of a government for several centuries supported by the well -being and prosperity of its people.

 BAHASA INDONESIA:

5.      KERAJAAN MATARAM ISLAM

  • Nilai Religi

1. Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan sebagai syariat yang harus ditaati.

2. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadhan, dan upaya pengamalan syariat Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.

3.Upacara Grebeg yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya idul Fitri.; Grebeg Maulud pada bulan Rabiulawal.

4. Hitungan tahun yang sebelumnya merupakan tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh Samsiah) dan sejak tahun 1633 diubah menjadi tarikh Islam yang berdasarkan pada peredaran bulan (tarikh Kamariah). Tahun Hindu 1555 diteruskan dengan perhitungan baru dan dikenal dengan Tahun Jawa.

  • Nilai Kemanusiaan

Rakyat sejahtera dan hidup berdampingan tanpa ada bentuk penindasan. Letak geografis Kerajaan Mataram yang berada di pedalaman didukung tanah yang subur, menjadikan kerajaan Mataram sebagai daerah pertanian (agraris) yang cukup berkembang, bahkan menjadi daerah pengekspor beras terbesar pada masa itu. Rakyat Mataram juga banyak melakukan aktivitas perdagangan laut.

  •  Nilai persatuan

      Pada tahun, 1627, seluruh pulau Jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia telah berhasil dipersatukan di bawah Mataram.

·  Nilai Musyawarah/ Demokrasi

1. Sistem pemerintahan yang dianut kerajaan Mataram Islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpancar dari kejernihan air muka dan kewibawaan yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.

2. Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat

3. Perpaduan dua unsur ekonomi, yaitu agraris dan maritim mampu menjadikan kerajaan Mataram kuat dalam percaturan politik di nusantara.

  • Nilai Keadilan

    Pada masa pertumbuhan dan berkaitan dengan masa pembangunan,maka Sultan Agung melakukan usaha-usaha antara lain untuk meningkatkan daerah daerah persawahan dan memindahkan banyak para petani ke daerah Karawang yang subur. Atas dasar kehidupan agraris itulah disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat pemerintahan memperoleh imbalan berupa tanah garapan (lungguh), sehingga sistem kehidupan ini menjadi dasar munculnya tuan-tuan tanah di Jawa.

 IN ENGLISH:

5.      ISLAMIC GOVERNMENT OF MATARAM

·         Religious Values

1.      To strengthen the religious atmosphere, the tradition of circumcision, shortening the hair for men, and wearing a white head covering, were stated as sharia to be obeyed.

2.      Traditions of power such as Friday prayers in the mosque, Ramadan grebeg, and efforts to practice Islamic law are an integral part of the palace order.

3.      The Grebeg ceremony, which originated in the worship of ancestral spirits in the form of a mountain feast, which has been a tradition since the Majapahit era, was held during the celebration of the great Islamic day, so that Grebeg Syawal appeared on Eid al -Fitr; Grebeg Maulud in the month of Rabiulawal.

4.      The previous year count was a Hindu date based on the cycle of the sun (date of Samsiah) and since 1633 was changed to an Islamic date based on the cycle of the moon (date of Kamariah). The Hindu year 1555 was continued with a new reckoning and was known as the Javanese Year.

·         Human values

The people are prosperous and live side by side without any form of oppression. The geographical location of the Kingdom of Mataram in the interior is supported by fertile land, making the kingdom of Mataram as an agricultural area (agrarian) that is quite developed, even becoming the largest rice exporter at that time. The people of Mataram also do a lot of sea trade activities.

·         Association value

In 1627, all the islands of Java except the sultanate of Banten and the territory of the VOC company in Batavia were successfully united under Mataram.

·         The value of deliberation/democracy

1.      The system of government adopted by the Mataram Islamic government is the Dewa-Raja system. This means that the highest and absolute center of power is in the sultan. A sultan or king is often described as having a sacred nature, whose wisdom radiates from the clarity of his countenance and unparalleled authority. The king appeared to the people once a week in the palace square.

2.      In addition to the sultan, other important officials are the priayi who are the liaison between the king and the people

3.      The combination of two economic elements, namely agrarian and maritime is able to make the kingdom of Mataram strong in the political arena in the archipelago.

·         The value of justice

During the period of growth and related to the period of development, the Sultan Agung made efforts, among others, to increase the area of ​​rice fields and move many farmers to the fertile area of ​​Karawang. On the basis of agrarian life, a feudal society was formed. Government officials received a reward in the form of cultivated land (sitting), so that this system of life became the basis for the emergence of landlords in Java.

SALAM PANCASILA 👏👏👏

Komentar